Saat saya dalam perjalanan menuju BIMO Sang Juara, saya
tidak sengaja mendengarkan dua orang perempuan yang sedang berbincang-bincang,
saya tidak bermaksud untuk menguping pembicaraan mereka tetapi mereka
berbicara cukup keras sehingga bisa terdengar oleh seluruh penumpang
termasuk saya yang duduk berhadapan dengan mereka, topik mereka cukup menarik perhatian
saya, inti dari yang mereka bicarakan adalah bahwa perempuan yang disebelah
kanan (dari hadapan saya) sedang kesal terhadap anaknya yang rewel saat minta
bantuan untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Wanita tadi (mungkin saya harus
memanggilnya wanita karena ternyata dia telah memiliki seorang anak) mengucapkan
kembali kata-kata yang diucapkannya kepada sang anak “atuh kerjakeun sorangan
we mun aya PR teh, atau teu tatanya kabatur, lain ka indung, geus puguh indung teh
carape karek balik gawe” maaf bahasa sundanya sedikit kasar dan tidak persis
sama, kurang lebih sang ibu berkata seperti itu yang kalau diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia adalah “Kalau ada PR ya kerjakan sendiri, atau bisa
ditanyakan ke yang lain bukan malah bertanya ke mamah, sudah tau mamah cape
pulang kerja” saat mendengar kata-kata tersebut saya hanya menghela napas, wanita
depan saya masih melanjutkan perbincangannya dengan sang teman membicarakan
tentang anaknya yang selalu tidak mengerjakan tugas sekolah jika tanpa ditemani
sang ibu.
Sebenarnya saya cukup gemas ingin mengajak ngobrol wanita tersebut tetapi karena dilihat dari seragam yang dikenakannya (seragam pabrik) saya yakin tidak akan lama lagi wanita didepan saya akan turun dari angkot. Jika kalian bertanya mengapa saya seperti orang yang kesal terhadap wanita tadi karena saya pernah merasakan berada diposisi sang anak.
Sebenarnya saya cukup gemas ingin mengajak ngobrol wanita tersebut tetapi karena dilihat dari seragam yang dikenakannya (seragam pabrik) saya yakin tidak akan lama lagi wanita didepan saya akan turun dari angkot. Jika kalian bertanya mengapa saya seperti orang yang kesal terhadap wanita tadi karena saya pernah merasakan berada diposisi sang anak.
Sedikit bercerita sewaktu saya kecil saya lebih banyak
menghabiskan waktu bersama nenek dikarenakan mamah saya pun bekerja lebih
tepatnya berdagang yang mengharuskannya untuk sering bolak-balik Bandung –
Garut. Karena saya belum terlalu mengerti saat itu saya tidak pernah protes
jika harus ditinggalkan mamah ke Bandung mungkin karena sudah terbiasa. Hingga
akhirnya mamah saya berhenti berdagang,(saya lupa saat itu saya umur berapa
yang jelas saat itu saya sudah bersekolah), semenjak itu mamah jarang
meninggalkan saya dirumah kecuali ada keperluan ke luar kota itupun jarang
menginap.
Semenjak saat itu jika mamah akan pergi keluar kota mamah
akan bilang pada saya dan akan sedikit membujuk (dengan membelikan saya sebuah
barang) jika harus menginap diluar kota. Pernah saat saya duduk dikelas sebelas
(dua SMK) saya ditinggalkan selama dua minggu, dikarenakan bapak saya akan ikut
sosialisasi pemeriksaan mata
kesekolah-sekolah bersama PERTAMINA dan otomatis optik di Karawang tidak ada
yang menjaga sehingga mau tidak mau mamahlah yang harus tinggal di Karawang
untuk sementara waktu. Dari jauh-jauh hari mamah telah mengatakan hal tersebut
sedangkan saya tidak pernah meresponnya hingga akhirnya mamah pergi ke Karawang
dengan mendadak saat saya masih di sekolah dan mengabari saya hanya lewat pesan
singkat (sms) meskipun saat itu saya sedang kumpulan organisasi dan sedang
dalam keadaan serius saya langsung menangis setelah membaca pesan mamah saya
tersebut, jangan tanya mengapa karena saya pun tidak tau, hingga akhirnya saya
meminta izin untuk pulang lebih awal, setelah saya berhenti menangis saya
langsung membalas pesan dari mamah saya dan saya mengatakan bahwa saya
menangis, mamah saya hanya bertanya mengapa dan tidak lama saya mendapat pesan
dari bapak saya yang menjelaskan bahwa beliau ingin “meminjam” mamah untuk
tinggal sementara waktu di Karawang karena bapak akan ikut bakti sosial. Saya
cukup menerima dan merasa tidak enak pula saat bapak meminta izin untuk
meminjam mamah saya yang notabene adalah istrinya sendiri.
Mereka berhasil membujuk saya dengan cara mereka sendiri
yang terpaksa harus meninggalkan saya dirumah seorang diri. Apakah saya manja
dengan bersikap seperti itu saat usia sudah remaja (mungkin waktu itu saya
berumur 17tahun)? Saya katakan mungkin ya saya manja, tetapi saya pun ingin
membela diri karena saya sewaktu kecil sering ditinggalkan maka wajar jika saat
saya beranjak remaja saya mencari perhatian mereka dengan cara seperti itu.
Tapi jika kita mengambil jalur tengah yang ingin saya
sampaikan adalah KOMUNIKASI antara orang tua dan anak, bagi kalian orang tua
sudah menjadi tugas kalian dalam mendidik anak ntah bagaimana cara Anda
mendidik anak Anda tapi yang anak butuhkan bukan hanya materi tapi ada yang
lebih penting daripada hanya sekedar materi yaitu kasih sayang dan perhatian.
Jika kalian para orang tua memilih untuk dua-duanya bekerja, satu yang harus
kalian ingat kalian harus tetap meluangkan waktu untuk anak dan tetap
memberikan kasih sayang. Jika kalian
merasa lelah dan tidak bisa menemani anak sampaikan dengan cara baik-baik bukan
malah marah-marah bahkan sampai nada membentak, saya yakin anak Anda akan
mengerti jika diberi pengertian dengan penyampaian yang benar.
- Muthia Damayanti -
- Muthia Damayanti -
Comments
Post a Comment